OPINI - Sabtu, tanggal 10 Pebruari, ada dua kampanye paslon. Anies-Muhaimin di JIS (Jakarta International Stadium) dan Prabowo-Gibran di GBK (Gelora Bung Karno).
Dua kampanye ini seksi. Punya magnet besar. Media dapat berkah untuk meliputnya. Rating pasti tinggi. Ini yang media inginkan. Bagi media, rating itu segala-galanya. Dengan rating ini, iklan berebut masuk. Media jadi sehat, karena cash flow jalan.
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies untuk Semua
|
Kita akan lihat, apakah semua media akan liput kedua kampanye di Jakarta ini? Kalau ada media tidak meliputnya, maka ada dua kemungkinan. Pertama, medianya dikontrak oleh salah satu paslon. Harga sekian, tidak boleh meliput kampanye yang lain. Blocking seperrti ini, harga kontraknya pasti selangit.
Kedua, media diintimidasi. Liput kampanye yang sono, akan berhadapan dengan masalah. Media takut, karena perusahaan-perusahaan milik si bos bisa diobrak-abrik. Boroknya bisa dibongkar, atau bisnisnya bisa dibungkam. Ini permainan politik tingkat elit. Jorok !
Baca juga:
Tony Rosyid: Berebut Warga NU
|
Rakyat ingin media independen. Menjaga tugas jurnalistiknya, dengan menyampaikan semua informasi tanpa transaksi. Mengedukasi masyarakat tanpa takut intimidasi. Itulah tugas media.
Berapa besar jumlah masing-masing pengunjung kedua kampanye ini yang akan hadir? Di JIS atau di GBK yang lebih banyak. Ini akan ikut mempengaruhi persepsi publik, dan berefek kepada naik atau turunnya elektabilitas.
Baca juga:
Ilham Bintang: Ya Ampun, Presiden
|
Jumlah massa yang besar itu menakutkan. Biasanya dikerjain dengan informasi hoaks. Akan dibuat oleh pihak lawan berita hoaks. Potongan video, beredar meme, dst yang secara kreatif didesain untuk menyebar hoaks.
Tidak kalah menariknya kalau kita bicara soal biaya. Besaran mana biaya yang dikeluarkan untuk acara di JIS dan di GBK. Ini akan menandai suara asli dan suara palsu.
Kalau mereka yang hadir ke tempat kampanye itu pakai biaya sendiri, dan mereka saweran, maka itu tanda bahwa suara mereka itu asli. Sebaliknya, kalau mereka datang dimobilisasi oleh uang dari paslon dengan menyediakan alat transportasi, seperti bus dll, makan-minum, sembako bahkan amplop, maka suara mereka itu suara palsu.
Suara palsu bisa jadi bumerang buat paslon. Kelihatan surveinya tinggi, apalagi kalau pakai manipulasi, tahu-tahu hari H pencoblosan, suaranya jeblok. Ini bisa terjadi kalau banyak suara palsu saat kampanye.
Anies-Muhaimin dikenal tidak banyak uang. Ada, tapi pasti gak banyak. Jauh dari cukup. Sementara Prabowo-Gibran infonya seperti kekurangan personal untuk dititipin logistik. Saking banyak dan berlimpahnya.
Kampanye di JIS akan menggaungkan semangat perubahan. Kampanye di GBK akan menyuarakan kelanjutan. Diantara dua paslon yang berkampanye di Ibu Kota ini, siapa yang paling banyak pengunjungnya? Siapa juga yang akan lebih banyak didengar rakyat? Suara GBK, atau suara JIS?
Yang pasti bukan suara istana.
Jakarta, 9 Pebruari 2024
Tony Rosyid
Pengamat politik dan Pemerhati Bangsa