OPINI - Jangan takut, jangan gentar dan jangan mundur menghadapi segala tantangan. Begitu pesan Anies Baswedan kepada para relawan di Gedung Tenis Indoor Senayan Jakarta (21/5).
Baliho kita dirobek, spanduk kita dicopot, jangan hanya difoto, tapi laporkan kepada pihak kepolisian. Supaya kita tahu siapa dan dari pihak mana yang merobek baliho dan mencopot spanduk itu. Tapi, kita terbuka untuk siapapun. Jangan halangi mereka menawarkan gagasan. Kita siap disandingkan, kita siap ditandingkan.
Kalau lomba lari, kita nyerah. Kalau adu gagasan, kita siap. Kata Anies melanjutkan. Betul juga. Bangsa ini didirikan dan dibangun dengan gagasan, bukan dengan jogging dan bagi sembako. Di sini, kualitas calon pemimpin bisa dinilai.
Pemilu bukan ajang hiburan, pemilu bukan sekedar pesta demokrasi, dan pemilu bukan hanya soal elektoral. Tapi pemilu adalah bagaimana mengembalikan rute perjalanan bangsa ini sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. Dan cita-cita kemerdekaan itu adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di sinilah spirit pencapresan Anies terbaca: semangat meluruskan rute perjalanan bangsa menuju cita-cita keadilan sebagaimana yang diamanahkan oleh founding fathers.
Baca juga:
Tony Rosyid: Presiden Harus Lugas!
|
Amanah yang dititipkan di pundak pemimpin adalah bagaimana memastikan kesetaraan dan keadilan itu hadir dan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Bukan oleh elit dan kelompok terbatas, tapi oleh seluruh rakyat Indonesia dimanapun mereka tinggal.
Anies bercerita, ketika dalam perjalanan di Purwodadi Jawa Tengah, ia dicegat oleh seorang petani. Sang petani berkata: Pak Anies, masalah kita adalah mafia. Kami sulit mendapatkan pupuk dan tidak memiliki kepastian harga jual produk pertanian. Ini semua gara-gara adanya mafia yang dibiarkan. Kelak jika jadi presiden, Pak Anies harus singkirkan para mafia itu, pesan si petani kepada Anies dalam bahasa Jawa.
Bangsa ini dirusak oleh banyak mafia. Di hampir semua lini kehidupan berbangsa ada mafia. Ada mafia tanah, ada mafia parkir, ada mafia kesehatan, ada mafia proyek, kata Anies. Mafia impor, mafia tambang, mafia mobil listrik, dan masih banyak lagi mafia-mafia lainnya. Mungkin tidak cukup 100 halaman untuk membuat list para mafia itu .
Semua kita sadar bahwa negara ini menjadi sarang mafia. Butuh pemimpin yang tegas dan berani. Bukan asal berani, tapi berani karena benar, lanjut Anies. Berani tapi gak benar, " yo akeh tunggale".
Anies pun menyinggung soal hukum. Kata Anies: hukum tidak boleh hanya tegak ke bawah, tapi harus juga tegak ke atas. Tidak boleh hanya tegak ke lawan, tapi juga harus tegak ke kawan. Seperti juga diungkap oleh Prof Denny Indrayana dalam puisinya yang viral di medsos: hukum selama ini berkawan dengan koalisi, tetapi tidak dengan oposisi.
Anies menyinggung kasus BTS 4G. Sepakat dengan ketum Nasdem Surya Paloh. Kasus BTS 4G harus dituntaskan. Usut secara transparan, dan bongkar kepada semua yang terlibat, tanpa pandang bulu. Siapa yang terlibat ya? Nah, ini tantangan buat Jaksa Agung. Dia aparat hukum atau petugas politik. Ini perlu dibuktikan dengan pengusutan kasus BTS 4G Kominfo.
Baru kali ini pidato Anies sangat vulgar dan menggelegar. Mengingatkan pada Ir. Soekarno ketika menyuarakan kemerdekaan. Tidak seperti biasanya. Halus dan kelewat santun. Lebih didominasi oleh bahasa sindiran. Wajar, Anies dibesarkan di pulau Jawa, tepatnya di Jogja. Masyarakat Jogja sehari-hari berkomunikasi dengan bahasa Jawa yang sangat halus dan santun. Selalu menjaga rasa, agar tidak ada yang tersinggung. Pesan sampai, tapi hati tidak terluka, meski Anies terus menerus dilukai. Bukan hanya dilukai, diganggu haknya tanpa henti sebagai gubernur DKI dalam bekerja, dan diganggu hak demokrasinya sebagai warga negara yang ingin mengabdi untuk menimpin negeri. Sulit menemukan seorang tokoh yang setabah Anies. Ia kuat untuk menahan semua kedzaliman yang bertubi dialamatkan kepadanya.
Pidato Anies kali ini, lain. Sangat berbeda dari sebelumnya. Anies memilih jalur berhadapan. Momentumnya sudah tepat untuk menunjukkan posisioning dirinya. Seolah Anies ingin katakan: saatnya kami hadapi.
Pidato Anies dari menit awal hingga detik terakhir, semua ungkapan yang disampaikan olehnya begitu jelas dan tegas. Semua berisi tentang koreksi bangsa yang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Bangsa yang semakin jauh rutenya dari cita-cita kemerdekaan. Anies hadir sebagai calon presiden yang siap mengembalikan rute itu. Negara sedang-sedang ridak baik-baik saja. Anies siap tampil untuk memperbaikinya. Anies membawa semangat perubahan yang jelas tawaran konsepnya.
Anies telah menyampaikan tahap demi tahap konsep kenegarawanannya. Anies telah mengawali gagagasan perubahannya. Masuk ke titik-titik yang kedepan perlu secara niscaya dilakukan perubahan. Anies telah menunjukkan mana yang yang harus dilanjutkan, mana yang harus diubah. Begitu banyak yang harus diubah, karena terbukti banyak kebijakan yang menurutnya telah menelantarkan dan menyengsarakan rakyat. Semua program yang selama ini menjauhkan rakyat dari rasa aman, nyaman dan sejahtera, harus diubah dan diganti dengan progam kesejahteraan dan keadilan.
Kata Anies, negara ini didirikan bukan untuk sekelompok elit penguasa, tetapi negara ini didedikasikan untuk seluruh rakyat Indonesia.
Ribuan relawan yang hadir dari berbagai wilayah dengan ongkos kantong sendiri pun pulang dengan semangat membara. Mereka puas mendengar pidato Anies. Inilah yang mereka tunggu. Sosok Anies yang berbeda dari pendahulunya, dan berbeda pula dari calon lainnya. Anies memang beda. Untuk apa berjuang kalau itu sama. Mereka tidak menyesal hadir membawa pulang kesadaran untuk berjuang dan lebih bersemangat lagi. Bukan untuk Anies Baswedan. Tapi untuk menyongsong keadilan bagi srluruh rakyat Indonesia. Untuk menyongsong kesetaraan yang bisa dirasakan bersama. Anies hanya menjadi penerima amanah untuk memimpin mewujudkan cita-cita keadilan dam kesetaraan itu.
Jakarta, 22 Mei 2023
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa